Jumat kemarin ( 26/10 ) Masjid Al Ittihad Tebet dikejutkan dengan kedatangan Mak Yati yang menyumbang 2 ekor kambing untuk kurban. Hal itu membuat pengurus Masjid dan beberapa orang yang hadir menjadi terharu karena tahu keseharian Mak Yati sebagai pemulung.
“Sudah lama mak pengen kurban Nak, sejak tiga tahun yang lalu. Tapi kan mak kerjanya cuma mulung, jadi penghasilannya nggak jelas, buat makan sehari-hari saja sudah sukur. Jadi mak ngumpulin dulu duit Rp.1.000 – 1.500; sampai tiga tahun, lalu mak beliin kambing dua ekor. Smpai-sampai penjual kambingnya mak cegat I tengah jalan saking mak pengen beli kambing “ ujar mak yati sambil tertawa.
Mak yati tinggal di bawah jembatan kawasan tebet barat bersama dengan pak maman suaminya. Ia telah menjadi pemulung sejak tahun 1965, Sebagai kalangan marginal, orang pinggiran, miskin dan terusir ia telah menunjukkan kekayaan hatinya.. Ia telah memberi dengan segala kekurangannya .
Sahabat ,
Memberi dengan segala kelebihan semua orang bisa. itupun belum tentu orang yang berkelebihan memberi dengan senang hati. kadang masih sering kita lihat orang yang berkelebihan memberi dengan alakadarnya, sepantasnya, untuk pantes-pantes..
Kalau orang kaya yang memberi dari kelebihannya, toh ketika ia memberi, ia masih mempunyai jauh lebih banyak dan jauh lebih melimpah... dari yang diberikan.
Tetapi anda bayangkan mak Yati.. untuk makan saja susah, rumahnya di kolong jembatan, tetapi semangat memberinya lebih besar dari keadaan dirinya.. ia memberi lebih dari dua setengah persen atau lebih dari sepuluh persen.. Ia memberi karena hatinya ingin memberi..!!
Saya menjadi terharu dan sedikit malu..Semangat Mak yati memberi motivasi dalam diriku untuk memeiliki keberanian untuk memberi..!!
“Pemberian nota atau kuitansi sesuai dengan nilai transaksi asli. Mohon maklum, terima kasih.” Tulisan itu terpampang di ruang kasir Rumah Makan Bebek dan Ayam Goreng Pak Ndut di Ungaran, Jawa Tengah. Pemiliknya, Fachrudien Putra, tak memberi stempel pada nota kosong atau yang dimanipulasi. ”Kalau ada yang minta kuitansi kosong, saya pasti bertanya, untuk apa? Saya hanya takut nanti disalahgunakan,” katanya. Banyak konsumen minta nota atau kuitansi kosong: diberi stempel dan tanda tangan, tetapi tanpa jumlah transaksi sesungguhnya, Fachrudien berpikir, pemberian nota kosong dapat merusak citra rumah makannya. Apalagi, rumah makan itu bisnis waralaba sehingga jika harga berbeda bisa muncul masalah. Mereka yang minta nota kosong bisa dari berbagai kalangan. Ada pemerintah, karyawan swasta, hingga mahasiswa. Ketika tulisan sudah ada di kasir, masih saja ada orang yang minta. Pihak rumah makan konsisten. ”Kalau saya memberi toleransi untuk memenuhi permintaan nota kosong, hal
Comments
Post a Comment