Sumpit tidak bisa dipisahkan dalam tata cara makan. Sebagian besar orang Jepang akan mematahkan sumpitnya menjadi dua bagian selesai makan. Menurut adat, apabila sumpit tidak dipatahkan, mereka akan terserang suatu penyakit akibat makanan tersebut. Untuk bersantap di rumah, setiap anggota keluarga menyimpan sendiri sumpit masing-masing. Bertukar sumpit tabu dilakukan karena dapat dianggap membawa sial.
Di Indonesia penggunaan sumpit sangat mudah ditemui di penjual bakso dan mie ayam. bedanya, mereka tidak mematahkan atau mengganti sumpit yang sudah digunakan dengan sumpit baru, tetapi cukup mencucinya, entah siapa yang pernah pakai apakah itu orang sehat atau penyakitan. Sumpit menjadi barang milik umum.. bukan lagi menjadi milik pribadi.
Sahabat,
Sumpit adalah perwakilan dari barang pribadi, yang seharusnya hanya digunakan sendiri tanpa harus berganti ganti. Bila itu dipakai orang lain dan menjadi barang milik umum, bisa jadi akan ada masalah baru yang muncul.
Coba telitilah, ada banyak barang pribadi yang seringkali menjadi milik umum, sebut saja dari hal yang sepele seperti pulpen, penggaris, gunting, sisir dll.. bukankah kita sering sewot dan direpotkan oleh kejadian kehilangan barang karena orang pinjam bukan ? Pertanyaannya kalau teman pinjam apa ya tidak boleh ?
Kalau anda bergantian gelas dan piring, bertukar kaos dan pakaian, apalagi handuk, barang pribadi anda menjadi barang umum sebisa mungkin dikurangi, karena resiko penularan penyakit akan jauh lebih tinggi. Karena anda tidak tahu sejauh mana barang itu sudah steril dan bersih setelah dipinjam/dipakai oleh sahabat anda..
Kalau anda bertukar cerita dengan sahabat sejati ( curhat), ingat anda tanpa sadar mengeluarkan Rahasia pribadi anda menjadi rahasia umum, jangan-jangan hal tersebut akan berbalik menjadi bahan gosip akibat ulah anda sendiri. hati-hatilah bila anda bercerita dan memilih sahabat..
Tetapi biarkanlah orang menikmati hal-hal positif pribadimu sebagai milik umum tanpa kehilangan hak-hak privasi dari pribadimu sendiri, Kebaikan hatimu, kemurahanmu, kasihmu, senyumanmu biarlah tetap bisa dinikmati oleh semua orang...
Tetapi sekali-kali jangan mengobral barang pribadimu untuk semua orang.. itu justru berbahaya....!!!!!!!!!
“Pemberian nota atau kuitansi sesuai dengan nilai transaksi asli. Mohon maklum, terima kasih.” Tulisan itu terpampang di ruang kasir Rumah Makan Bebek dan Ayam Goreng Pak Ndut di Ungaran, Jawa Tengah. Pemiliknya, Fachrudien Putra, tak memberi stempel pada nota kosong atau yang dimanipulasi. ”Kalau ada yang minta kuitansi kosong, saya pasti bertanya, untuk apa? Saya hanya takut nanti disalahgunakan,” katanya. Banyak konsumen minta nota atau kuitansi kosong: diberi stempel dan tanda tangan, tetapi tanpa jumlah transaksi sesungguhnya, Fachrudien berpikir, pemberian nota kosong dapat merusak citra rumah makannya. Apalagi, rumah makan itu bisnis waralaba sehingga jika harga berbeda bisa muncul masalah. Mereka yang minta nota kosong bisa dari berbagai kalangan. Ada pemerintah, karyawan swasta, hingga mahasiswa. Ketika tulisan sudah ada di kasir, masih saja ada orang yang minta. Pihak rumah makan konsisten. ”Kalau saya memberi toleransi untuk memenuhi permintaan nota kosong, hal
Comments
Post a Comment