Ada penyakit gangguan jiwa yang disebut Sindrom malador. Penderita sindrom ini merasa bahwa dirinya seperti berbau busuk, seperti bau ikan. Dari sisi medis itu disebabkan karena tubuh tidak mampu memproduksi Trimethylaminuria (TMA) yang sangat diperlukan saat bernafas, berkeringat, sekresi dll.
Penderita seperti ini mencoba untuk mandi berjam-jam, dan menyemprotkan parfum yang berlebihan dan biasanya memilih parfum yang menyengat.. orang disektiarnya kelabakan mau muntah karena bau parfum yang menyengat, sementara si penderita merasa bahwa ia masih tetap bau ikan.
Keanehan itu disebabkan karena ia tidak mampu mencium bau wangi, sementara ia merasa terganggu oleh bau tubuhnya sendiri.
Sahabat,
Banyak orang suka menyemprotkan bau wangi yang berlebihan, karena ia tidak bisa mencium baunya sendiri. selalu membangun citra, menjadi orang yang dibaik-baikkan, mencoba menjadi darmawan, senyumnya di manis-maniskan, tetapi dia “lupa’ bau yang sesungguhnya dalam dirinya.. akibatnya banyak orang muntah-muntah karena bau “wangi” yang dipaksakan itu..
Menjadi pribadi yang damai dan belajar menerima diri sendiri apapun kekurangan dan kelebihan anda adalah ‘ bau ‘ yang natural dan menyejukkan, tanpa harus memaksakan diri untuk menyemprotkan diri dengan parfum yang membuat orang pusing kepala..
Berbuat baiklah, karena secara natural memang kita memiliki kebiasaan berbuat baik, Tersenyumlah karena senyum anda timbul dari hati yang damai bukan dipaksakan. Menolonglah karena hati ini tergerak untuk menolong bukan sekedar membangun citra untuk tujuan tertentu..
Semua perbuatan baik yang dari hati akan kelihatan natural, karena dibangun atas dasar cintamu kepada Tuhan dan kepada sesama.. Tetapi perbuatan baik karena sekedar membangun citra, itu tidak lebih dari parfum yang membuat pusing kepala..
Mudah-mudahan anda adalah pribadi yang wangi dan natural...
“Pemberian nota atau kuitansi sesuai dengan nilai transaksi asli. Mohon maklum, terima kasih.” Tulisan itu terpampang di ruang kasir Rumah Makan Bebek dan Ayam Goreng Pak Ndut di Ungaran, Jawa Tengah. Pemiliknya, Fachrudien Putra, tak memberi stempel pada nota kosong atau yang dimanipulasi. ”Kalau ada yang minta kuitansi kosong, saya pasti bertanya, untuk apa? Saya hanya takut nanti disalahgunakan,” katanya. Banyak konsumen minta nota atau kuitansi kosong: diberi stempel dan tanda tangan, tetapi tanpa jumlah transaksi sesungguhnya, Fachrudien berpikir, pemberian nota kosong dapat merusak citra rumah makannya. Apalagi, rumah makan itu bisnis waralaba sehingga jika harga berbeda bisa muncul masalah. Mereka yang minta nota kosong bisa dari berbagai kalangan. Ada pemerintah, karyawan swasta, hingga mahasiswa. Ketika tulisan sudah ada di kasir, masih saja ada orang yang minta. Pihak rumah makan konsisten. ”Kalau saya memberi toleransi untuk memenuhi permintaan nota kosong, hal
Comments
Post a Comment