Alkisah di sebuah kecamatan, ada seorang janda tua putus asa dan sangat kebingungan. Karena ia tidak punya sanak-saudara iapun bersurat yang ditujukan kepada Yth. Tuhan Pencipta langit dan bumi dengan maksud Mohon dikirim uang sebesar 500 ribu rupiah. Di belakang sampul surat itu tak lupa ia cantumkan nama dan alamatnya sebagai pengirim. Karena Kantor Pos kebingungan dengan tujuan surat itu, mereka menyampaikan surat itu ke kepolisian setempat.
Membaca surat itu, Kapolsek yang terkenal bijak itu tidak sebingung tukang pos dalam menanggapi tujuan dan isi surat. Menurut dia surat itu hanyalah jeritan hati seseorang yang kebingungan, yang tidak harus ditanggapi berlebihan. Akhirnya ia dengan anak buahnya ramai-ramai bersedekah mengumpulkan uang untuk menyumbang pengirim surat itu sampai akhirnya terkumpul sebesar 400 ribu.
Karena tujuannya menyumbang, Sang Kapolsek itu merasa tidak perlu lagi membandingkan antara uang yang terkumpul dengan jumlah yang diminta dalam surat itu, ia langsung menugaskan anak buahnya mendatangi alamat yang dimaksud dan menyerahkan uang hasil saweran tersebut. Sang polisi yang menyerahkan uang tidak menyebut uang itu dari siapa sesuai yang dipesan atasannya.
Beberapa waktu kemudian, ia kembali dikirimi surat serupa dari Kantor Pos yang juga ditujukan kepada Yth. Tuhan Pencipta langit dan bumi dengan pengirim yang sama. Isi suratnya : Ya Tuhan, Terima kasih atas uang yang engkau berikan kemarin. Tapi besok-besok kalau kirim lagi jangan dititip sama polisi, karena saya cuma terima 400 rb, yang 100 ribu dipotong sama polisi..!!
Duh… kasihan Pak Polisi... Niat baik pun masih dianggap jahat...!!
Sahabat, Citra buruk akan menutupi niat baik. orang yang sudah mendapat stempel dan cap jelek, buruk, jahat dll, maka apapun yang dilakukan akan nampak buruk..sekalipun melakukan yang baik ya akan nampak buruk, apalagi melakukan yang buruk.. maka akan menambah citra buruk itu semakin mengental dan meledak sewaktu-waktu.
Citra diri yang baik tidak terbentuk dalam satu waktu perlu bertahun-tahun untuk memiliki aura positif yang bisa tertangkap oleh customer, pimpinan, dan orang disekitar kita. Tetapi betapa mudahnya hal yang baik dirusak dengan satu kesalahan saja. ibarat nila setitik rusak susu se belanga..!! Bagi saya, membangun citra yang baik bukanlah nomor satu, tetapi ketika saya melakukan sesuatu saya lakukan seolah-olah sebagai persembahan diri saya kepada Tuhan, tujuanku selalu ingin membaikkan sesama.
Kalau sudah seperti itu, saya tidak bisa memaksa orang untuk harus menyukai saya, dan saya juga tidak merasa saya melakukan karena tujuan untuk membangun citra ( itu berarti munafik) tetapi saya melakukan karena saya memang harus melakukan karena saya yakin itu hal yang baik.. selebihnya penilaian itu dari sesama bahkan dari Tuhan yang membaikkan saya.
Comments
Post a Comment